Masjid Demak dengan Segala Serba-serbinya

 

Tulisan ini ternyata ada di draft sejak 3 tahunan yg lalu.. Khilaf mungkin sampe ga kepost..

Baeklah this it is..

Dalam traveling kali ini ke surabaya bersama keluarga besar, kami Alhamdulillah berkesempatan untuk mengunjungi salah satu masjid bersejarah di Indonesia yaitu Masjid Demak.. Kami sampai di masjid sangat pagi, pukul 1.45. Karena kami ingin sampai di tegal tidak terlalu pagi, jadi kami memutuskan untuk bersantai-santai di masjid ini..

Bayangan tentang nyamannya masjid sirna sudah ketika kami mulai memasuki teras masjid yg dipenuhi oleh warga daerah yang tidur-tiduran bahkan ada yang merokok, terkesan kumuh.. Sesungguhnya Subhanallah melihat masjid yang makmur seperti itu tetapi ketika ada kepentingan lain, ini sungguh ironi. Kepentingan lain sekedar untuk memeluk dan mencium keempat tiang di dalam masjid yang mewakili 4 sunan..

Aktivitas ini sepertinya sudah jadi tradisi bagi warga yang khusnudzonnya tidak paham antara menghormati tokoh besar dengan kemusyrikan. Tradisi ini membentuk sikap dari pihak-pihak terkait dari masjid demak ini, sebut saja memanfaatkan keadaan. Saya terus beristighfar dengan perilaku saudara kami sendiri.. Pertama, kami dikejutkan dengan amal penitipan sendal/sepatu yang ditarif Rp 5.000 per orang. Amal yang ditentukan seperti itu namanya tarif, sayang sekali saudara-saudara. Kalau saya memandang, bisa jadi akan banyak orang yang akan memberikan lebih dari Rp 5000 jika tidak ditarif seperti itu. Tapi menganalisa keadaan bahwa pengunjung kebanyakan orang kampung yang hanya mengerti bahwa masjid ini keramat (titik), sepertinya tidak ada dalam pemahaman mereka tentang adab ke masjid dan beramal. Inilah yang dimanfaatkan oleh pihak penjaga sendal untuk memberlakukan tarif penitipan sendal/sepatu.

Kedua, pemaksaan oleh tukang foto bayaran. Kejadian ini, saya tidak melihat langsung tapi hanya mendengar ceritanya dari salah satu tante yang ikut dengan kami. Pada saat kami masuk area masjid, tiba-tiba ada orang yang memegang kamera dan tiba-tiba langsung mengambil foto tiap orang yang datang seperti di acara wisudaan atau gathering. Nah selesai shalat, salah satu om didatangi dan diminta lebih tepatnya memaksa untuk membeli foto kami, hasil jepretannya. Hampir terjadi perang mulut antara keduanya, tapi Alhamdulillah tukang jepret foto itu akhornya mengalah.. Lagi-lagi tukang jepret ini memanfaatkan keadaan dimana banyak peziarah dari daerah lain yang mudah dipaksa untuk membeli fotonya. Hhhh..

Ketiga, premanisasi oleh komplotan tukang ojek. Disaat kami mau balik usai beribadah, kami didatangi oleh para ojek motor yang menawarkan jasanya untuk mengantar kami ke terminal tempat bis kami parkir yang jauh dari lokasi masjid. Awalnya, bis kami didatangi petugas yang memberitahukan untuk tidak boleh parkir di depan masjid. Sehingga akhirnya bis kami harus menuju tempat parkir yang sudah disediakan. Bukan salah kami sebenernya karena tidak ada larangan tertulis di pintu masuk area masjid bahwa bis tidak boleh masuk. Ketika kami akan kembali lagi ke bis, kami berinisiatif untuk menunggu bis di depan masjid. Karena tidak ada dari kami yang saat itu memegang nomor telepon supir bis, maka ada dari salah 1 kami untuk naek ojek diantar ke terminal & menjemput kami.

Masalah terjadi lagi ketika ada info dari kawan kami yang menuju terminal bahwa bis tidak bisa keluar tanpa penumpang & menjemput kami. Kami sangat tidak rela naik ojek meskipun hanya untuk mengeluarkan uang Rp 5000. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan menuju terminal. Perjalanan ini kami anggap sebagai latihan manasik haji.. Aamiin..

Sungguh ironi bagaimana gambaran komersialisasi dari tempat ibadah ini.. Dan sesungguhnya Allah maha mencatat semuanya.. Kemusyrikan harus diberantas apalagi sampai menimbulkan pihak-pihak yang mengambil untung atasnya dengan cara yang tidak halal. Semoga Allah tidak murka dengan kondisi ini. Wallahualam Bishowab

Leave a comment